Rabu, 18 Agustus 2010

MEMORI RENTANG 10 an tahun yang lalu

Tahun 1996 adalah tahun kelulusan, antara sedih dan gembira menjadi satu. Yang kubayangkan saat itu hanyalah saya harus “bekerja” karena untuk kuliah jelas tidak ada dana. Tahap awal mendaftar jadi TKI ke Malaysia (kalau saat ini sorry saja kalo harus ke Malaysia krn di sana banyak yang merendahkan martabat bangsa kita). Bersama Hadi dan teman-teman lain mengikuti test. Karena sesuatu dan lain hal Hadi tidak bisa berangkat yang membuat orang tua melarang saya ke Malaysia. Waktu berlalu akhirnya saya jadi pengangguran tulen, Hadi masuk kuliah D3 di Yogya.
Merasa tidak betah jadi pengangguran timbul tekad ke Surabaya mengikuti anaknya Pakde (Mas Sri) yang bekerja di mebel. Pikirku saat itu bekerja ngamplas kayu pun tak masalah yang penting tidak nganggur. Suratpun sudah kukirimkan ke sana untuk menanyakan lowongan. Saya juga sempat melamar kerja di Yogyakarta yang bergerak dalam distribusi pupuk dan pakan ternak, namun pada sesi wawancara diharuskan menyetorkan uang 2,5 juta dan saya pun langsung cabut. Jangankan 2,5 juta 300 rb saja tidak sanggup.
Sambil menunggu jawaban dari Surabaya, diberitahu oleh Mas Dadi (anaknya Pakdeku yang lain) bahwa akan ada tes CPNS dan saya disuruh coba-coba ikut yang akhirnya saya ikuti dengan nada pesimisme yang tinggi karena yang saya tahu apabila tidak punya duit dan saudara yang jadi PNS tidak bakalan jadi pegawai negeri.
Test tertulis pada bulan September 1996. Beberapa minggu tidak ada panggilan dan pengumuman pada hari Jum’at kuputuskan bahwa hari Senin saya akan tetap ke Surabaya. Atas karunia Tuhan pada hari Sabtunya datang petugas dari Bagian Kepegawaian mengantar  panggilan test tahap kedua (wawancara dan Litsus).
Mengetahui lolos test tertulis, rasa optimisku berubah menjadi 80 %. Tahap-tahap seleksi sudah dijalani dan akhirnya saya diterima sebagai CPNS Pemda. Untuk Pemda saya sejumlah 21 orang CPNSD dan yang PNSP tidak saya ketahui.
Banyak orang yang tidak percaya saya jadi pegawai tidak menggunakan sogokan, bayangan orang kala itu saya pasti habis di atas 15 juta an. Tahun 1999 kalo nggak salah bulan April sempat opname sakit tifus 10 hari sudah boleh pulang ke rumah dan istirahat 3 hari aku masuk kantor dan badan masih lemes. Satu minggu masuk kantor eee … lha kok harus opname lagi 5 hari. Setelah benar benar agak pulih aku kontrol ke RS, saat ngantri obat di apotek ada 2 kejadian menggelikan :
Pertama Askes ku dikira sudah habis karena umurku 21 tahun dan tidak kuliah. Dikiranya saya ikut Askes karena orang tua, setelah saya jelaskan dan mbake yang nunggu apotek membaca kartuku lagi baru dech dia percaya dan menyadari kesalahannya kalau akulah pesertanya (jadi nggak ada masa berlaku kayak anak2, habisnya ya sampai pensiun). Yang kedua Sempat ditanya sambil bisik-bisik oleh sorang ibu :
Ibu …. :  Habis berapa nak hingga bisa jadi pegawai?
Saya      :   Habis 18 bu (jawabku singkat karena saya tahu ibu ini berpikiran pasti habis puluhan juta)
Ibu …     :    Ooo pantas saja, anak saya habis 8 juta tidak lolos.
Saya      :    Tunggu dulu bu, jangan kaget ya saya Cuma habis 18 tuh artinya 18 ribu rupiah untuk cari Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), Kartu Kuning dan ngirim lewat pos.
Si ibu masih heran dengan perkataan saya, ah.. cuek saja memang habisnya segitu kok.

Tentang mengirim lamaran jadi teringat waktu ke kantor pos (September 1996). Berkas sudah saya susun rapi dan kumasukkan amplop ukuran folio yang luarnya sudah kutempeli kertas yang saya tik alamat tujuan dengan benar. Oleh pak pos nya (meninggal dunia selang 2 atau 3 bulan setelah saya dinyatakan diterima jadi pegawai) bahwa amplop saya tidak akan laku, yang laku harus ditempeli alamat tujuan dengan stiker yang disediakan di kantor pos tersebut. Kesal juga karena apa yang tertulis pada stiker sama persis dengan yang saya tik. Tidak mau berdebat dan mungkin juga karena takut akhirnya nurut sama kantor pos tapi ingat stiker tersebut tidak GRATIS. Karena harus membeli stiker uangku akhirnya kurang 500 rupiah, terpaksa harus “nggenjot” sepeda onthelku ke rumah minta uang lagi sama ortu.
Pada Minggu akhir Mei 1997 saya mulai bekerja di salah satu Kecamatan. Tanggal 17 Oktober 1997 dipindahkan ke Bagian Kepegawaian, saat itu lagi ada penyaringan berkas lamaran CPNS formasi tahun 1997. Di kantorku yang baru kudapati ribuan berkas lamaran yang amplop luarnya pakai tulisan tangan yang sulit dibaca pun juga diterima oleh panitia, batinku berkata “ya inilah kuasa Tuhan, sengsara membawa nikmat”.
Di kantorku yang baru, saya langsung ditanya bisa nggak mengoperasikan komputer dan saya jawab bisa. Ternyata pelajaran komputer di SMEA dulu sudah tidak ada lagi di kantor karena sudah beralih ke Windows 95. Bermodal pengetahuan dasar komputer, sayapun bisa mempelajari Windows 95. Apalagi ada sebuah PC baru dan para pegawai yang ada malah takut menggunakannya karena kurang paham. Saya pegawai baru jadi tidak berani memakai komputer (lama) yang sedang dipakai sehingga harus menggunakan PC baru, lumayan malah lebih leluasa.
Tahun 1999 bulan September aku ambil kuliah S.1 jurusan Adminsitrasi Negara di Yogyakarta. Kuliahku mulai hari Senin sampai Jum’at dimulai jam 16.00 WIB – 19.00 WIB kadang ada juga yang sampai jam 21.00. Keseharianku sepulang kerja jam 14.15 wib dari kantor dan nyampai rumah 15 menit kemudian. Aku cuci tangan, kaki dan muka kemudian makan untuk hemat waktu makanku di tempat tidur dan setelah makan langsung rebahan di kasur dengan piring juga masih di situ (jangan dicontoh lho…). Jam 14.50 aku langsung mandi dan ganti pakaian dan jam 15.15 langsung tancap gas motor tua astrea star (motor pertamaku seharga kurang dari 4 juta yang kubeli sendiri setelah mendapat rapelan plus uang bapakku). Dari rumah ke kampus Cuma memakan waktu 45 menit karena kampusku termasuk wilayah Yogya pinggiran. Praktis sampai kampus langsung parkir motor, lepas slayer dan helm terus ikut kuliah.

Pernah suatu kali ujian aku salah masuk ruang, sebenarnya waktu di pintu sih sudah agak curiga karena yang di dalam pada asing semua. Langsung kulihat di deretan depan ada kursi  kosong satu. Kuminta soal pada pengawas ujian, si pengawaspun terheran heran dan berkata waktu tinggal 10 menit lho. Aku tetep minta soal dan duduk di kursi dan kubaca soalnya..Oh My God …. Lha kok Bahasa Inggris padahal jadwalku bukan Bahasa Inggris barulah aku sadar kalau aku salah ruang. Langsung kukembalikan soal dan segera minta sorry, aku menuju ruang tata usaha barulah kutahu kalau ujianku di lantai dua. Langsung aja naik ke sana dan masuk ruangan, disitu baru pembagian soal.
Pernah juga dalam perjalanan ke kampus hujan deras 15 menit perjalanan dari rumah, hujan begitu deras disertai angin kencang. Sekitar 15 menit hujan sudah reda dan aku segera berangkat ke kampus. Di kampus ternyata tidak hujan sama sekali dan saat masuk ruanganpun hanya aku yang basah kuyup.
Suatu sore sepulang kuliah pernah mengalami sesuatu yang hamper saja fatal saat itu jalan Yogya Solo arusnya masih jadi satu dan belum di pisah seperti sekarang. Tepatnya setelah jembatan dekat rumah makan Mbok Berek Kalasan entah karena ngantuk atau melamun lagi enak-enaknya naik motor tiba tiba motor nyelonong ke luar jalan dan sudah tidak di aspal lagi, hampir masuk selokan yang dalam. Setelah bisa mengendalikan motor kembali aku pulang pelan pelan saja.
Sekitar jam 18 an di utara pabrik pengeringan tembakau pernah mengalami tabrakan dengan “kalong”. Ketika itu memakai helm batok tidak ada larangan jadi si kalong bisa mantap mendarat di mata (aku lupa yang kanan atau yang kiri). Pandangan seketika langsung gelap dan aku hanya berusaha nginjak pedal rem sekuatnya dan hampir saja terjun ke sawah.
Saat pengerjaan proyek jalan Yogya – Solo aku juga pernah kena sial sama bus besar. Saat itu pulang kuliah hampir jam 18.00 dan siangnya hujan jadi banyak genangan di tengah jalan maklum banyak lubang buat pondasi pemisah jalan. Dari arah berlawanan datang bus yang ambil jalan terlalu ke kanan. Perkiraanku pun tepat, ban depannya masuk genangan dan byurrrr byurrr kena aku seutuhnya basah kuyup dan di jalan itu ya cuma aku yang basah kuyup. Padahal rencana mau mampir ke rumah teman, kurungkan niat untuk mampir dan langsung pulang karena basah dan kotor.
KKN waktu kuliah ada di wilayah Kecamatan Minggir Sleman, karena posisiku nggak memungkinkan untuk setiap hari menetap di lokasi, aku datang hanya sore hari dan jam 22.00 pulang sama temanku yang satu kota denganku. Sampai rumahpun jam 24.00 tent teng. Jerih payahku mendapat hasil di tahun 2003 tepatnya bulan April aku diwisuda, namun wisuda kali ini juga sedikit prihatin maklum jam 3 pagi baru pulang dari kantor dan jam 6 nya berangkat wisuda, ya maaf saja kalau pas sambutan aku ngantuk berat. Saat itu yang duduk di kiriku adalah pak Rumijan karyawan Universitas Negeri Yogyakarta sedangkan yang kananku Mulyanus Dowansiba anak dari Manokwari Papua (entah sekarang bagaimana khabarnya, mungkin sudah jadi PNS di sana sebab pernah kutanya mau apa setelah lulus, jawabnya mau jadi PNS).
Tahun 2005 aku ambil program pascasarjana Magister Administrasi Publik di Surakarta dan tahun 2007 aku lulus. Rumah dengan kampus relative dekat Cuma 10 menit karena 1 tahun sejak menikah aku pindah rumah di Surakarta agar istriku yang kerja di Sragen tidak terlalu jauh perjalanannya. Sejak menikah kami langsung pisah rumah dan sedikit demi sedikit kami bisa membeli dua bidang tanah meski belinya tidak sekaligus. Yang terakhir sebidang tanah kami tukarkan dengan dua unit rumah perumahan yang posisinya gandeng. Karena rumah tersebut lama nggak ditempati dan bentukknya juga “ora nggenah” kami putuskan untuk rehab dulu sebelum ditempati. Karena dana belum ada ya terpaksa kami masih menempati kontrakan dan buaty nyicil rehab baru dapat kayu jati yang kami beli saat masih berujud pohon karena lebih murah dibandingkan langsung beli kusen, usuk samma reng. Ya Tuhan semoga cita cita kami menempati rumah sendiri segera terkabul.

0 komentar:

Posting Komentar